Blog ini menampilkan Koleksi Barang Koeno

Mulai saat ini untuk mendapatkan barang kuno lainnya silakan kunjungi juga WARUNG KUNO

Sementara bagi para kolektor dan pecinta sepeda onthel dapat mengakses WARUNG ONTHEL

Semua blog diatas masih berada dalam layanan satu atap dengan Griya Kuno.

Terima kasih atas kunjungan anda.

Rabu, 04 November 2009

Sang Penjual Es Krim

(Kode: GK 88)
 
Seperti biasa Mas Paimin dan Mas Paijo baru saja mengambil gerobak kayuh Ice Cream dari Juragan Den Baguse. Pagi itu mereka berangkat dengan penuh semangat demi mencari sesuap nasi katanya dan agar dapur bisa mengepul.
Dalam perjalanan menuju tempat mereka mangkal, Paimin dan Paijo selalu bersama karena kebetulan jalur mangkalnya yang searah. Mereka mengayuh gerobaknya dengan semangat 45 agar bisa segera sampai di tempat mangkal dan tentunya ingin segera menjajakan dagangannya.
Sembari bercucur keringat mengayuh gerobaknya Paimin dan Paijo nerocos ngalor ngidul alias saling bercakap tak henti-hentinya. Mungkin topik yang sedang mereka bicarakan tidak jauh dari seputar masalah yang sedang ramai di beritakan di Tivi-tivi dan ditulis di koran-koran. Kadang-kadang mereka ngelantur dan terkadang juga mengeluh.

"Enak ya jadi pak menteri, gajinya mau naik lagi". Kata Paimin. "Walah Min-min , wong yang naik itu tidak cuma para mentri, presiden dan bala tentaranya termasuk para pegawai negeri juga mau naik je..." sahut Paijo. "We la dalah.. apa iya to kang....?" Tanya Paimin keheranan. "Dan kita juga gak usah kaget bentar lagi yang naik tidak cuma gaji mereka...! Papar Paijo."Emangnya gaji kita juga mau naik?" tanya Paimin cengengesan. "Ya kali aja... tapi yang jelas harga es krim kita juga bakal naik, sebab beras, minyak goreng, gula pasir dan elpiji pasti gak lama lagi juga bakal naik. Pokoknya semua naik. Tapii.... ada yang turun!" Papar Paijo. " Apa itu, kang? yang bakal turun?, enak kalau ada yang turun..." tanya Paimin. "HARGA DIRI KITA, itu satu-satunya yang bisa turun. He he he....! Paijo meringis.

Intinya mereka bicara layaknya politisi, agamawan, pakar, dosen, komentator atau seperti anggota dewan. Mereka seakan sedang mengekspresiken kemarahan akibat kesenjangan yang sedang terjadi. Bicara ngalor ngidul dari topik gaji pegawai, korupsi, birokrasi bahkan sampai masalah luar negeri.
Tapi tetap saja mereka itu hanya Paimin dan Paijo sang penjual es krim keliling. Mereka bicara cuma sambil lalu saja. Mereka ikut pusing memikirkanya tapi tak ada yang mengajinya. Mereka bisa bicara layaknya profesor dan para legislator, cuma suara mereka tidak ada yang mendengarnya. Andai ada yang mendengar mereka akan saling tertawa. Menertawai diri mereka sendiri, karena dianggap tak tahu diri.

Singkat cerita mereka harus berpisah diujung jalan. Tentunya menuju lokasi mangkal mereka masing-masing. Biar cuma rakyat kecil, mereka tidak mau mencontoh para atasan yang berebut kursi dan rejeki. Mereka justru adil dan tidak pernah mengganggu satu sama lain. Mereka percaya rejeki udah ada yang ngatur.

"Min, aku mau mangkal di depan sekolah SD Majumundur jadi aku harus belok kiri. Sampai ketemu nanti ya?" kata Paijo. "Iyo kang, aku juga mau ke SD Timbul Tenggelam jadi aku belok kanan. Nanti kalau setor ke Bos Den Baguse kita bareng lagi, kang." sahut Paimin.

Akhirnya mereka berpisah dan menuju ke tempat mangkal mereka masing-masing. Pada gilirannya nanti sore biasanya mereka akan bersua lagi untuk setor ke juragan Den Baguse bersama-sama pula. Dan ternyata benar seperti biasanya sore menjelang malam mereka bertemu kembali di pertigaan menuju juragan Den Baguse. "Gimana kang dagangan laris tidak?" tanya Paimin. "Alhamdulillah laris, Min. Kamu sendiri?" tanya Paijo balik. "Aku cuma tinggal satu, cuma tadi pagi udah ada yang beli dan gak mau uang kembali seharga es ini. Berarti uang yang saya bawa tetap saja utuh." jawab Paimin. "Nah.. tu dia, benar kan kalau rejeki udah ada yang ngatur... jadi kita gak perlu iri dengan kenaikan gaji pegawai tadi .. ya tho? sahut Paijo.
Sudah sekian lama mereka menekuni profesi ini. Tiap hari mereka lalui jalan itu bersama. Seolah tidak mengendur semangatnya meskipun nasib mereka semakin tak pasti.
"Min ayo cepat keburu maghrib nih!" Ajak Paijo. "Iya kang..... bentar lagi hari mulai gelap. Sebaiknya kita sholat di masjid depan Juragan Den Baguse aja" sahut Paimin. Merekapun segera mengayuh gerobaknya.
Tampak matahari sudah teggelam, suara adzan Maghrib berkumandang dan hari mulai gelap. Mereka akan lalui hari-hari seperti ini kembali besok pagi bila umur mereka masih ada lagi...

Selesai...

Wahhh ngarang......

Tidak ada komentar: