Melihat lonceng ini saya langsung teringat 5 tahun yang lalu saat saya mulai mengajar di SD Pamardiputri Keraton Surakarta. Sebuah sekolah dasar yang konon merupakan sekolah dasar favorit di Solo. Para muridnya konon juga hanya dari kalangan putri-putri dalem atau wayah dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakoeboewono atau Kerabat Keraton Surakarta. Sekolah yang di asuh oleh Yayasan Pendidikan Kasatriyan atau pamoelangan Kasatrijan Keraton Surakarta Hadiningrat.
Belakangan sekolah ini terbuka untuk putra dan putri dari kalangan umum. Termasuk ketika saya mengajar di sana saat itu, sekolah ini sudah berbaur untuk orang umum. Hanya saja yang membuat saya teringat pada bell ini adalah tatkala saya mengajar pertama kali di sekolah itu adalah bell seperti ini masih digunakan untuk tanda bell masuk disaat sekolah-sekolah lain sudah menggunakan bell listrik.
Sungguh sebuah ironi dimana sekolah yang merupakan sekolah favorit yang bersebelahan dengna sekolah pariwisata setingkat SMA dan Akademi harus tergusur baik secara fisik maupun fasilitas. Hanya saja sopan santun yang diajarkan kepada anak didik dan cara membunyikan bell di sekolah ini terasa membuat hidup seperti di jaman Keraton atau jaman Kolonial Belanda.
Andai saja mau diceritakan mengenai sekolah tersebut, tentu blog ini terasa sempit. Hanya saja bell ini aka senantiasa mengingatkan saya pada nuansa sekolah keraton dan mengingatkan saya saat-saat awal saya terjun di dunia pendidikan.
Andai saja orang selain saya akan mengenang bell semacam ini dipakai oleh pedagang es krim dorong atau yang sejenisnya maka bagi saya bell ini memiliki memori yang lain ketimbang sekedar bell penjual es keleliling saja. Tapi sebuah bell penanda masuk sekolah di sebuah sekolah ditengah kota dan didalam keraton yang megah dalam era modern seperti ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar